Harga Diri dan Nurani Cegah Pakai BBM bersubsidi

Beberapa tahun yang lalu aku mengganti tabung gas yang biasa kupakai dirumah. Tabung gas bulat berwarna hijau berisi 3 kg an. Dengan tabung gas berwarna pink 5.5 kg.

Apa pasal sampai nekat mengganti tabung gas. Padahal sudah jelas dari segi harga tabung gas melon berlipat-lipat lebih hemat dari tabung satunya.

Hal itu kulakukan karena tak suka membaca tulisan spanduk segede gaban yang dipajang di depan pintu masuk ruko tempat kubiasa membeli tabung gas isi ulang.

“LPG Melon hanya untuk orang miskin”

Sebagai orang yang Alhamdulillah tidak miskin tapi kaya masih jauh. Terang saja aku merasa nggak nyaman. Seolah-olah mendoakan diri sendiri kalau mengaku miskin, padahal masih sanggup membeli tabung gas pink.

Alhamdulillah sudah sekian tahun berganti tabung gas. Dari subsidi ke non subsidi. Ternyata keuangan keluargaku masih baik baik saja.

Wah bagaimana kalau tulisan serupa dipajang juga untuk pelayanan subsidi BBM di pom bensin Jakarta. Apakah hal ini akan berhasil?

Mungkin bisa jadi berhasil kalau yang baca orang yang sepemikiran denganku. Dimana harga diri dan nurani itu penting buat cegah diri pakai BBM bersubsidi.

Ya itu sebagai kaum yang tidak miskin tapi kaya masih jauh. Kadang kala prinsip ” mendang mending” ini masih sering jadi pilihan.

Daripada pakai yang non subsidi mahal. Mending pakai yang subsidi, selisihnya bisa buat nongki nongki, ngopi-ngopi.

Eits tenang, nggak semua begitu kok. Banyak juga yang masih punya nurani dan harga diri nggak mau pakai yang bukan haknya.

Yak jangan ambil hak orang miskin, BBM subsidi bukan buat elu!

Tapi apakah dalam operasionalnya pengendalian BBM subsidi di Jakarta sudah tepat sasaran?

Nah pas banget ini tuh jadi bahan diskusi bersama bareng KBR Ruang Publik dan YLKI plus diikuti juga sebagian Gen Z dan adik adik mahasiswa.

Penasaran nggak sih? Ngobrolin apa aja? Yuk simak kalau begitu.

Diskusi Publik Pengendalian BBM Bersubsidi apakah tepat sasaran di Jakarta, bersama KBR dan YLKI

Selasa 8 November 2022 tepat pukul 09 pagi bersama Bung Rizal Wijaya yang memoderatori Diskusi Publik sesi satu. Dengan Narasumber Bapak Tulus Abadi Ketua Pengurus YLKI, Ibu Luckmi Purwandari ST.MSi KLHI, Bapak Tri Yuswidjajanto dari ITB, Bapak Maopang Harahap ST. MM (Direktur PUHM), Dr. Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Juga diikuti oleh perwakilan organda, generasi Z, dan jurnalis.

Pengendalian BBM subsidi tepat sasaran
Para Narasumber Diskusi Ruang Publik KBR dan YLKI

Aku sih setuju banget dengan pengantar dari Bung Rizal Wijaya. Rakyat Indonesia beberapa waktu lalu terpaksa menelan pil pahit karena naiknya 3 bahan bakar bersubsidi, setelah baru saja merasakan ekonomi mulai pulih.

Apalagi kenaikan BBM tentu saja akan diikuti oleh kenaikan harga barang dan layanan lainnya.

Kenapa YLKI mengambil tema ini untuk diskusi publik?

YLKI sangat konsen dengan isu ekonomi lingkungan, dan transportasi. Untuk itulah menurut Bapak Tulus Abadi, “pengendalian BBM bersubsidi menjadi sangat penting di kota Jakarta apalagi terkait beberapa faktor. Secara ekonomi, walaupun transportasi massa di Jakarta sudah sangat bagus. Namun jumlah pengendara baik roda 2 maupun 4 masih sangat dominan. Artinya penyerapan penggunaan BBM bersubsidi cukup tinggi. Sedangkan dari sisi lingkungan, Jakarta menjadi kota yang paling terpolusi di Indonesia”

Jakarta menjadi barometer nasional karena itulah diskusi ini masih membahas seputar Jakarta, padahal kota lain yang tidak kalah crowded juga cukup banyak.

Menurut Bapak Tulus Abadi, Penggunaan kendaraan Pribadi di Jakarta berdasarkan data statistik 35 persen kendaraan pribadi berputar dan beroperasi di Jabodetabek. Karena itu menjadi sangat urgent sekali. Bila Jakarta berhasil kemungkinan besar dapat diikuti kota kota lainnya.

Pengendalian Jumlah Kendaraan Pribadi berjalan searah dengan Pengendalian BBM sebagai energi.

Pengendalian BBM bersubsidi oleh Pemprov DKI menurut Pak Tulus masih sangat ketinggalan, karena selama ini yang disasar atau dikejar hanya penggunaan transportasi publik tapi tidak dengan kualitas bahan bakar sebagai energi.

Padahal untuk perbandingan bahan bakar di Eropa sudah jauh berkualitas level Euro Six yang lebih ramah lingkungan. Sayangnya di Indonesia masih menggunakan Pertalite. Padahal 70 persen polusi udara di Jakarta dipengaruhi oleh buangan kendaraan pribadi ujarnya kemudian.

Saking tingginya polusi di Jakarta. Sampai bingung membedakan apakah mendung atau ternyata karena polusi asap. 

Pengendalian BBM bersubsidi tepat sasaran
Dampak perubahan iklim karena polusi

Pengaruh Penggunaan BBM terhadap Kualitas Udara di Jakarta.

Memang isu paling urgent karena penggunaan Bahan bakar ini adalah pencemaran lingkungan. Selain dari polusi yang disebabkan oleh pabrikan, polusi yang disebabkan oleh individu juga cukup tinggi terkait adanya buangan emisi karbon akibat penggunaan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat.

Menurut Ibu Luckmi Purwandari dari KLHI, sejak BBM naik terjadi trend penurunan pencemaran udara. Walau hitungan ISPUnya sendiri belum keluar namun sudah terlihat ada perbaikan dari kualitas udara di Jakarta. Kemungkinan faktor penyebabnya ada dua hal. Yang pertama orang orang lebih memilih naik kendaraan umum karena dinilai lebih hemat secara ekonomi. Dan yang kedua pengguna kendaraan pribadi sudah memilih jenis Bahan bakar yang lebih baik dan ramah lingkungan.

Bu Luckmi juga menambahkan, selain perlu kebijakan untuk mengatur harga BBM, pengguna manfaatnya. Tapi sebaiknya juga ada kebijakan pengurangan pajak kendaraan untuk kendaraan dengan hasil uji emisi yang lebih baik.

Ini aku setuju sekali. Karena sebagai pengguna kendaraan roda 2 dan empat dengan tahun produksi diatas 2017 uji emisi kendaraan kami sudah sesuai standard euro 4

Sehingga kalau ada pengurangan atau keringanan pajak kendaraan. Tentu kami menyambut kebijakan ini dengan senang hati.

Kembalikan Subsidi BBM kepada yang berhak

Dari data Kemenkeu selama ini pengguna BBM bersubsidi ternyata masih banyak diakses oleh yang mampu. Hal ini berdasarkan informasi konferensi pers YouTube Kemenkeu pada hari Jumat (26/8/2022) “Dari subsidi Pertalite Rp 93,5 triliun ini 80% dinikmati oleh rumah tangga yang relatif mampu bahkan sangat kaya. hampir Rp 60 triliun dari Rp 90 triliun,” ungkap Sri Mulyani.

Untuk itulah pengalihan subsidi BBM menjadi kompensasi untuk masyarakat miskin dan rentan miskin menjadi solusi yang ditawarkan oleh pemerintah. Diharapkan dapat membantu masyarakat miskin menghadapi dampak kenaikan pangan dan energi.

Apalagi bila anggaran subsidi ini dialihkan untuk jadi bantuan langsung tunai. Dapat dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 32 juta keluarga selama kurun waktu 10 tahun. Ujar Bapak Tri Yuswidjajanto Lektor Kepala di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, Institut Teknologi Bandung, Indonesia.

Informasi dari Bapak Maopang Harahap ST. MM (Direktur Pengendalian usaha Hilir Migas) sudah ada Pepres 191 tahun 2014 tentang penyediaan pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak.

Mandat regulasi PPH migas.. menjamin pasokan dan distribusi BBM JBT (jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) di Seluruh indonesia. ktersediaan bahan bakar, termasuk di dalamnya adalah diesel yang mendapat subsidi 500 dan Ron 92 atau pertalite yang sudah dicabut subsidi namun ada kompensasi.

Maka perlu langkah langkah pengaturan terkait volume penggunaan BBM yang mendapat subsidi dan kompensasi. Tujuannya agar jumlah penggunaannya bisa dikendalikan sehingga subsidi dan kompensasinya jg bisa dikendalikan, sehingga dananya bisa digunakan untuk yang lebih produktif.

Untuk BBM JBT sendiri sudah ada langkah pengaturannya di Perpres 191/2014 konsumen dan penggunanya. Karena itulah perubahan Perpres 191/2014 lebih diarahkan untuk BBM JBKP Ron 92 atau pertalite. 

Pak Maopang menghimbau “perlunya kesadaran para pengguna BBM itu sendiri untuk lebih memilih BBM yg lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan”

Saatnya Beralih Ke transportasi publik.

Pemerintah DKI Jakarta sudah menyediakan layanan transportasi umum. Yang dijamin setara dengan kenyamanan mengendarai kendaraan pribadi. Juga ada efisiensi waktu kalau menggunakan transportasi umum karena terhindar dari macet. Mengingat transportasi publik seperti KRL, MRT maupun Transjakarta memiliki jalur tersendiri. Dan jadwal keberangkatan yang jelas.

Selain itu turut membantu mengurangi subsidi pemerintah untuk bahan bakar yang memang penyerapannya cukup besar pada tahun yang lalu. Ungkap Bapak Dr. Syafrin Liputo dari Dishub DKI Jakarta.

Fyi pada tahun 2017 jumlah pengguna transportasi publik di Jakarta sebesar 350.000 orang dan menjadi 3 x lipat pada 2020 sebelum pandemi sebesar 1 juta 41 ribu pengguna.

Di DKI Jakarta juga sudah ada Tarif Integrasi 10 ribu antarmoda. Tarif integrasi 10 ribu ini dapat menghubungkan penumpang ke mana saja dengan tarif maksimal sebesar Rp 10.000. Tarif Integrasi 10 ribu ini berlaku apabila menggunakan lebih dari 1 jenis angkutan umum massal, misalnya kombinasi antara MRT Jakarta-LRT Jakarta, atau LRT Jakarta-Transjakarta, maupun kombinasi antara ketiganya.

Dalam diskusi publik ini juga menghadirkan selebgram. Para generasi z yang muda, aktif dan energik. Mereka juga beberapa diantaranya tetap memilih kendaraan umum bila ingin bepergian jarak jauh.

Dalam sesi ini ada sebuah pertanyaan menggelitik. Apakah seorang selebgram layak menggunakan BBM bersubsidi.

Kalau menurutku pribadi, kalau ditinjau dari penghasilan bila tidak dikategori miskin, harusnya jangan pakai BBM bersubsidi ya. Artinya masih mampu mengusahakan BBM jenis lain yang lebih baik.

Dan ternyata ada korelasi yang baik penurunan kadar emisi karbon di udara, setelah kenaikan BBM. Hal ini dipicu oleh banyak pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi publik.

Pengendalian BBM Bersubsidi tepat sasaran

Turut mendukung BBM bersubsidi tepat sasaran.

Seperti yang disampaikan oleh Pak Tulus abadi, ada dua hal yang bisa dilakukan oleh citizen dalam mendukung BBM subsidi tepat sasaran. Yang pertama, mengambil trasnportasi publik sebagai solusi berkendaraan, namun bila tidak mampu karena beragam alasan. Maka solusi kedua adalah menggunakan BBM jenis lain yang lebih ramah lingkungan namun harganya juga lumayan.

Tambahan opsi ketiga bisa menggunakan kendaraan berbahan bakar listrik. Terus terang kami sangat tertarik ingin mencoba ini, terutama kendaraan roda 4 namun apa boleh buat. Saat ini dananya yang belum ada bahkan bisa dibilang tidak ada haahaha.

Dulu sebelum pandemi dan belum ada anak, aku termasuk pengguna setia moda MRT, KRL dan Transjakarta. Namun sejak pandemi dan anak lahir. Tidak memungkinkan untuk bawa bayi naik transportasi umum. Karena itu kami pilih opsi yang kedua.

Terus terang kami punya kendaraan baik roda 2 maupun roda 4. Namun keduanya selalu diisi dengan jenis Pertamax. Bukan sok sok an mampu. Tapi memang dua kendaraan ini lebih cocok dan aman menggunakan BBM jenis ini. 

Keputusan menggunakan jenis BBM yang lebih baik juga karena disesuaikan dengan rekomendasi pabrikan yang terdapat di dalam buku petunjuk manual kendaraan. Ini karena sistem pembakaran suatu kendaraan sudah didesain dapat memberikan performa optimal dengan BBM Oktan tertentu.

Dan dikhawatirkan bila tidak menggunakan sesuai rekomendasi pabrikan, masalah yang kerap timbul adalah ngelitik. Dampak buruk lainnya adalah piston dan komponen lainnya bisa rusak. Performa mesin juga kurang optimal serta konsumsi BBM bisa lebih boros.

Sebulan motor milik suami itu hanya perlu 50.000 saja Pertamax. Karena motor jenis ini terkenal hemat bahan bakar.  Dan kami sudah lama menggunakan bahan bakar Pertamax bahkan sejak belum ada isu pencabutan subsidi BBM.

Mobil kami pun digunakan dengan bijak. Biasanya kami keluar rumah untuk jarak tempuh yang cukup jauh dan penting. Misal silahturahim ke rumah orang tua, pergi ke RS untuk urusan vaksin anak. Karena jarak tempuh yang jauh, dan bawa bayi 1 tahun butuh keamanan dan kenyamanan.

Kalau sekedar ke supermarket atau ke tempat yang dekat. Kami pilih naik motor saja. Lebih hemat dan cepat. Lagipula anakku juga suka sekali naik motor. Asal tidak terlalu lama, selain ia bisa tertidur di perjalanan, juga bahaya terpapar polusi karena belum bisa menggunakan masker.

Bukan sok sok an juga sih, karena keadaan keuangan kami pun sebenarnya terimbas sangat besar sejak adanya pandemi. Namun diusahakan mengatur keuangan sedemikian rupa. Alhamdulillah masih bisa dicukup cukupan termasuk diantaranya membeli bahan bakar minyak yang harganya makin naik, plus dampaknya terhadap kenaikan harga pangan dan energi.

Selain alasan diatas. Juga karena harga diri dan nurani lah maka tak tergoda menggunakan BBM bersubsidi yang hanya diperuntukkan untuk masyarakat miskin dan rentan miskin.

Semoga kedepannya pengawasan, pengaturan BBM bersubsidi dan kompensasinya untuk masyarakat yang berhak berjalan dengan baik, lancar dan bijak. Tanpa ada oknum yang mengambil kesempatan ditengah kesempitan.

Sangat disayangkan bila kami warga kota sudah berusaha untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi namun ternyata masih ada oknum yang korupsi dan memakan hak rakyat. Jangan sampai hanya rakyat yang harus punya harga diri dan nurani!

 

 

 

8 Comments

  1. Di jakarta udah banyak moda transportasi umum ya, yang murah2 aja bisa dipake semua kalangan.

    Kalau bbm bersubsidi dibatasi lebih baik beralih ke transportasi umum aja. Meski nggak semua tempat bisa dilewati angkot atau KRL sih, tapi orang2 bisa lumayan hemat uang juga ya.

  2. Aku suka lihat tuh di SPBU mobil mewah juga antri BBM Bersubsidi padahal kan sebaiknya kita berikan jatahnya tsb kepada yg berhak

  3. Kalau untuk motor aku pakai pertalite tapi mobil banyakan pakai bbm Pertamax aja yang dari segi kualitas pastinya lebih bagus untuk performa mesinnya

  4. Bijaksana sekali, kak Fika.
    Terasa sekali bagaimana berjuangnya masyarakat masa kini untuk menyesuaikan keadaan karena berbagai hal yang tidak menentu. Semoga dengan keyakinan masing-masing yang dipegang, tetap bisa bertahan dan memberikan value yang baik untuk lingkungan.

  5. Semoga banyak yang sadar bahwa kalau ada kata subsidi maka itu diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu. Sehingga bisa mengarah ke sasaran apa yang sudah dicanangkan pemerintah

  6. Saya sering anyel sih kalau lihat orang pakai kendaraan yang bagus kok antri di BBM bersubsidi. Heran juga kok ga malu. Semoga tulisan gini banyak menjangkau mereka yang “tidak tahu malu”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *