Peran Support Sistem sebagai pertolongan pertama atasi mommy burn out

Ibu adalah kunci kesuksesan keluarga, begitulah stereotype kebanyakan masyarakat Indonesia. Apapun yang terjadi dan dialami oleh anaknya. Pasti urusannya adalah ibu.

Nggak usah jauh jauh urusan akademik. Saat Masih baduta saja, urusan makan anak, mandiin anak, cebok anak, ajak main dll itu semua tanggung jawab ibunya.

Yup aku sendiri mengalami ini. Walau Pak suami cukup kooperatif namun aku merasa Masih kurang inisiatif. Masih harus diminta dahulu masih harus diinformasikan terlebih dahulu. Ya setiap rumah tangga pasti ada kurang dan lebihnya.

Bahasan mommy burn out ini aku dengarkan melalui webinar bersama Hansaplast dan Tentang Anak tadi sore. Dengan narasumber yang kece abis. Yakni DSA sekaligus founder tentang anak. Dokter Mesty Ariotedjo dan psikolog keluarga. Mbak Grace E. Sameve.

Mom pasti pernah kan suatu saat ingin pekerjaan cepat selesai tapi disatu sisi Kita sudah sangat lelah dan capek. Nah penasarah nggak kenapa bisa muncul fenomena mommy burn out ini? Yuk simak terus tulisanku ya mom.

Penyebab Utama terjadinya Mommy Burn Out.

Gimana mom pasti sering kan ya ngerasain Hal itu? Aku pun begitu kok mom. Disatu sisi pengen rumah rapi, masakan lezat, main bareng anak tapi disisi lain kerjaan deadline menanti plus badan rasanya encok ga karuan.

Menurut mbak Grace sendiri, beberapa penyebabnya adalah sebagai berikut :

1. Tuntutan versus sumberdaya tidak seimbang

Yes banyaknya permintaan ini itu, anak harus makan lahap, no screening time, rumah bersih, makanan Bergizi, kerjaan kantor rapi. Tapi di sisi lain sumber Daya nggak ada. Alias cuma diri sendiri yang bekerja itu tuh bener bener sesuatu banget.

Pekerjaan dan beban yang begitu banyak hanya dikerjakan satu orang saja. Yaitu ibu.

2. Tidak ada Support Sistem Ibu

Sedihnya di Tengah tuntutan yang banyak. Seorang ibu tidak punya banyak support Sistem. Suami adalah support Sistem yang paling utama karena tinggal serumah.

Namun support Sistem lain yang terkadang ingin membantu seperti keluarga mertua, orang tua, teman dan tetangga. Dapat dimanfaatkan untk mendukung seorang ibu.

3. Suami yang tidak paham pola pengasuhan dan belum partisipatif aktif dalam pengasuhan anak

Padahal ya dari survey Pew research center 2015. 57 persen ayah mengatakan mengasuh anak menurut mereka sangat Penting untuk identitas mereka sendiri. Dan tercatat suami suami milenial ini jauh lebih partisipatif dibandingkan dgn generasi sebelumnya.

Tips untuk para ayah. Dengan lebih banyak informasi dan ilmu. Mengasuh bukan kontribusi ibu saja tapi juga dari ayah. Karenab ermanfaat bagi perkembangan anak.

Mungkin mom semua pernah mendengar pepatah Afrika. ” It takes a village to raise a child”

Nah ini adalah tips pertolongan pertama bagi mommy burn out menurut Psikolog Grace E S.

It takes a village to help mom raise a child

Sama seperti perlu banyak orang untuk memastikan seorang anak tumbuh dan hidup dengan nyaman dan aman. Seperti itu lah betapa pentingnya dukungan banyak orang untuk memastikan seorang ibu dapat menemani anaknya bertumbuh dengan baik. Sebelumnya mbak Grace membahas tentang apa itu burn out terlebih dahulu.

Tanda tanda burn out yang kerap terjadi pada ibu adalah.

1. Lelah berkepanjangan menjalani peran sebagai orang tua
2. Perbedaan kondisi antara dulu sebelum punya anak dengan setelah ada anak
3. Muak menjadi orang tua
4. Menjaga jarak secara emosional dengan anak

Kalau merunut ini berarti aku termasuk pernah burn out. Karena memang banyak perubahan yang sangat ekstrim. Contoh harus kehilangan peran dan kegiatan yang dahulu. Plus tidak ada support sistem. Sudahlah aku lelah.

Memang solusinya satu satunya adalah bantuan dari pihak luar. Alias support sistem. Please berhentilah bilang karena kurang iman.

Berikut adalah hal hal yang bisa dilakukan oleh para support sistem di sekeliling ibu.

Untuk para suami yang menjadi support sistem utama. Hal ini dapat kalian lakukan.

– yuk hadir secara penuh dan tingkatkan perhatian bukan hanya untuk anaknya tapi juga istrinya.

– Berinisiatif tunjukkan dukungan dan tawarkan bantuan/solusi praktis

– bangun komunikasi rutin 2 arah dan bijak dalam berbicara

– tetapkan prioritas

– jaga kondisi fisik dan mental

Terus terang aku pernah ke rumah sodara suatu hari. Seharian aku sibuk mengasuh anakku. Kebetulan saat itu anakku sedang tidak mau ikut siapapun. Selain ibu dan ayahnya. Sebagai ibu menyusui aku merasa lapar. Tapi tidak ada yang menawariku makan. Mau ambil sendiri aku repot, plus sungkan juga.

Begitu suamiku muncul, malah pak suami yang ditawari makan. Dan ia makan pula di depanku dengan tenang.

Ya ampun kalau ingat itu rasanya pengen meledak saat itu juga. Cuma ibu menyusui yang tahu laparnya ibu menyusui setelah memberikan asi berkali kali. Pak suami juga tidak tahu kalau istrinya belum makan. Ya dia memang jarang tanya.

Tapi itu dulu sekarang aku sudah lebih cerdas. Kalau aku lapar di rumah orang. Aku keluar rumahnya. Anakku kubawa serta dan kucari tempat yang menjual jajanan terdekat. Makan deh disitu. Good job bukan.

Untuk keluarga dan teman juga bisa dibaca disini.

Aku tampilkan gambar disini ya. Kenapa ga kutulis karena aku ga punya lagi orang tua. Ibu bapakku sudah meninggal. Saudara kandungku jauh di pulau seberang. Jadi ya percuma juga aku nggak akan dapat support sistem ini.

Solusi lain adalah menurunkan ekspektasi. Dan menghargai hal kecil yang sudah dilakukan orang lain untuk kita. Yup suamiku sudah cukup baik untuk membantu mencuci pakaian dan jemuran setiap hari, membantu menjaga anak sesekali. Memang dia kurang inisiatif tapi kalau diminta bantuan pasti mau. 😄

Semoga nanti dia baca tulisan ini. Biar nggak perlu diminta tolong dulu. Aamiin.

Karena emosi ibu itu sangat penting untuk pembentukan karakter anak kedepannya. Kalau ibunya happy insya Allah anaknya pun nanti akan happy.

Happy mom happy life

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *